MUSI RAWAS-mitrari.com- Kisah pilu datang dari Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan, tepatnya di Dusun 1 Desa Bamasco Kecamatan Tuah Negeri.
Bocah berusia 14 tahun, seorang anak yatim bernama Riansyah harus hidup seorang diri atau sebatang kara di rumah tuanya yang nyaris ambruk.
Kisah pilu tersebut terungkap, setelah diposting di media sosial Facebook. Dalam video yang beredar, Rian tengah menangis di dalam rumahnya, karena handphone miliknya hilang dicuri, dan menyebutkan Rian adalah anak yatim.
Rumahnya yang sangat sederhana dengan dinding papan dan beralaskan tanah, menjadi saksi bisu perjalan hidup Riansyah.
Meskipun usianya yang masih sangat belia, Riansyah nyatanya mampu menjalani hidup seorang diri selama kurang lebih setengah tahun terakhir.
Untuk makan sehari-hari, Riansyah kerap bekerja sebagai pencari brondol sawit di kebun sawit yang tak jauh dari rumahnya. Namun, terkadang ada tetangganya yang kasian dan memberinya makan.
Kepada wartawan. Riansyah mengaku sudah lebih dari setengah tahun hidup seorang diri di rumahnya yang nyaris ambruk, karena dimakan usia.
Riansyah sendiri, sebenarnya masih memiliki ibu, kakak dan juga paman. Hanya saja, dia memilih bertahan di rumahnya.
Diketahui, bahwa rumah tersebut, merupakan peninggalan almarhum ayahnya yang meninggal dunia karena sakit.
Kemudian saat ditanya kesehariannya, Rian mengaku hanya bermain bersama dengan teman-temannya. Namun, saat musim panen sawit, dia mencari buah brondol sawit untuk dijualnya.
"Main sama teman-teman," katanya kepada wartawan, Rabu (24/9/2025).
Meskipun hasil mencari brondolan buah sawit tersebut tak besar, namun hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti untuk jajan dan membeli token listrik.
"Setengah bulan sekali cari buah brondolnya, hasilnya kadang sehari Rp10.000 kadang Rp50.000, untuk beli jajan, paket data sama beli token listrik," ucapnya.
Selain itu, Rian juga memiliki beberapa batang sawit yang ada di sawit dan belakang rumahnya, yang biasa diandalkan untuk mencukupi kebutuhannya.
Rian juga mengaku, sering diberi makan oleh tetangganya dan dikirim nasi oleh keluarganya. Terkadang dia juga memasak nasi sendiri, sedangkan lukanya dengan mie instan.
Rian mengaku tak mau ikut ibu ataupun keluarga lainnya, karena ingin menunggu rumah peninggalan almarhum ayahnya.
Meskipun, saat turun hujan, kondisinya rumahnya cukup memprihatinkan dan air sering masuk ke dalam rumah dari genteng yang rusak pecah.
Meskipun usianya yang masih anak-anak, namun Rian tak ingin melanjutkan sekolah. Sebab trauma di masa lalu, dimana dia sempat dimusuhi oleh teman-temannya disaat masa sekolah.
"Putus sekolah sebelum ayahnya meninggal," tutupnya.
Saat dikunjungi wartawan , pada Selasa (23/9/2025) kemarin, terlihat banyak warga hingga perangkat desa yang mendatangi rumahnya untuk memberikan bantuan.(*/mitra)